Rabu, 03 September 2008

Bagaimana peluang wanita menjadi pemimpin sekaligus menjadi salah satu simbol emansipasi

Ada tiga alasan yang memunculkan larangan keterlibatan wanita dalam bidang kepemimpinan.

Pertama, surat An-Nisa' ayat 34

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. 4:34)


Kedua, Hadis Nabi yang menyatakan bahwa

perempuan kurang cerdas dibandingkan laki-laki, begitu juga dalam sikap keberagamaan mereka.

Ketiga, Hadis yang menyatakan,

Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.


Ketiga dalil tersebut saling kait mengkait dalam memperkuat argumentasi ketidakbolehan wanita memegang peran sebagai pimpinan.

Namun, dalil-dalil tersebut oleh para mufassir kontemporer tidak diterjemahkan secara kaku begitu.
Hal itu mengingat bahwa kata Ar-rijal itu bukan berarti laki-laki secara umum, tapi suami karena ayat itu konteksnya kehidupan rumah tangga. Artinya, penafsiran Al-Quran dan Hadis itu juga harus kontekstual, bukan semata-mata tekstual belaka.

Tidak ada komentar: